Selasa, 18 November 2014

I’m Coming Dear..

23 April 2011.
Inilah hari yang sudah aku tunggu selama hampir 2 bulan terakhir ini. Hari ini pula hampir genap 2 bulan, suamiku meninggalkan aku dan Raffa, untuk bergabung dengan salah satu perusahaan engineering & konstruksi di Seoul, Korea Selatan. Sudah hampir genap 2 bulan pula tidak melihat wajah nyatanya, hidung mancungnya, gingsulnya, senyumnya, dan mendengar bawelannya.

Akhirnya hari ini tiba, dimana aku akan segera bertemu dengan Papa, suamiku yang paling aku rindukan, papaku sayang (kata Raffa).
Berjuta rasa yang menyelimuti hati ini saat akan berangkat. Ada bahagia dan lega bisa segera bertemu dengan suamiku, dan Raffa juga bisa melepas kangen dengan Papanya. Tetapi ada juga rasa sedih karena harus meninggalkan keluarga dan teman-teman di Jakarta, juga rasa cemas apakah nanti aku dapat menjalankan sepenuhnya tugas sebagai ibu rumah tangga disana. Segala sesuatu mulai dari mengurus rumah (beberes, cuci baju, setrika, masak, dll), mengurus anak dan suami, harus dilakukan sendiri tanpa asisten rumah tangga atau bantuan dari sanak saudara. Belum lagi jika aku, Raffa, atau suamiku yang mendadak sakit. OOOooow… terbayang segala kerepotan dan hiruk pikuk jika hal itu sampai terjadi. Aku dan Raffa sampai di Bandara Sotta diantar oleh Orang tua, Adik, dan juga keluarga. Waktunya telah tiba bagiku untuk berpisah sejenak dengan keluarga dan teman-teman di Indonesia, dan aku harus segera berangkat untuk mendampingi suami tercinta selama bekerja disana. Aku berpelukan dan ber-say goodbye dengan orang tua & keluarga. Saat itu akhirnya drama melankolis dengan cucuran air mata seperti selayaknya yang ada di sinetron-sinetron televisi pun terjadi. Tapi, uppsssss… sepertinya saat itu hanya aku saja yang bercucuran air mata dan mungkin aku yang terlalu cengeng??? hehe…
Aku dan Raffa berangkat menuju Seoul dengan menggunakan pesawat Korean Air, bersama rombongan istri-istri yang senasib (ditinggal suami lebih dulu). Perjalanan kami tempuh selama 6 jam, berangkat dari Jakarta pukul 22.05 WIB, sampai di Bandara Incheon-Seoul pukul 07.00 waktu Korea (berarti sekitar pukul 05.00 WIB). Ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di Luar Negri, dan dalam hati aku bergumam, “ternyata begini ya rasanya berada di Luar Negri?”. Bandara Incheon tampak sangat besar, megah, modern, dan bagus. Sebagaimana layaknya bandar udara internasional di kota-kota besar dunia, konsep penataan ruang, desain langit-langit, dan juga fitur-fiturnya terasa sangat modern dan menimbulkan decak kagum bagi yang melihat. Aku selintas terfikir, kapan ya bandara Soetta bisa berbenah dan memberikan kenyamanan yang sama dengan yang ditawarkan Incheon? Menilik desainnya, rasanya memang tidak salah, jika Incheon disebut sebagai bandar udara terbesar dan salah satu yang terbaik di dunia. Begitu keluar dari custom clearance, kami langsung disambut oleh rombongan suami yang sudah menunggu sejak subuh. Agaknya yang memendam rasa rindu tidak hanya kami saja, batin saya sambil tersenyum. Aku melihat suamiku tersenyum lebar dan melambaikan tangan dari tepi garis pembatas. Dia langsung bergegas menyambutku, mencium keningku dan mengangkat Raffa dari gendonganku. Aku mengamati suamiku yang sibuk mengucapkan kata-kata kangen ke telinga Raffa. Tidak berubah, kataku dalam hati, hanya saja memang terlihat agak sedikit kurus. Mungkin ini akibat 2 bulan tidak terurus oleh istri, dan harus membiasakan diri untuk memasak makanan secara mandiri. Korea memang bukan negara yang cukup bersahabat bagi kami yang beragama muslim. Seperti yang aku dengar dari suamiku, memilih makanan harus berhati-hati dan pilih-pilih. Tidak bisa sembarang asal makan, walau kadang-kadang keadaan akhirnya mengharuskan berlaku demikian.
Kami berjalan beriringan menuju gate, sambil bertukar cerita pengalaman selama di perjalanan Jakarta-Seoul. Suamiku berkata bahwa company sudah meng-arrange penjemputan bagi kami dari bandara Incheon ke apartemen masing-masing dengan menggunakan taxi. Kami akhirnya keluar bandara dan menuju taxi yang telah disediakan oleh company.

Aku teringat, ketika di pesawat, kru penerbang mengumumkan bahwa suhu di luar berkisar 7 derajat Celcius. Saat itu aku hanya mengenakan selembar jaket, sama dengan yang dikenakan Raffa. Bagiku dan juga Raffa pastinya, dengan suhu tersebut sudah terasa dingin hingga menembus selah-selah jaket yang kami kenakan. Tapi itu tidak masalah bagiku, aku sangat menikmati salah satu dari beberapa hal baru yang akan kutemui disini. Ya aku hanya berharap semoga Raffa bisa cepat dan mudah beradaptasi dengan iklim dan lingkungan barunya.
Perjalanan dari bandara Incheon ke apartemen kami di daerah Jeongja-Bundang gu, memakan waktu kurang lebih 90 menit. Selama perjalanan aku melihat suasana kanan kiri jalanan terdapat beberapa bangunan pabrik, rumah-rumah penduduk dan beberapa gedung yang berdiri kokoh. Ternyata masih banyak lahan-lahan yang ditumbuhi rerumputan dan pepohonan hijau, dan ow ternyata masih ada beberapa bunga sakura yang tumbuh, karena saat itu sedang musim semi. Kemudian kami melewati bridge dengan design yang menawan dan di bawahnya terdapat laut lepas dengan gelombang ombak yang indah dengan semilir angin dan beratapkan langit biru. Wahh.. sungguh ciptaan Tuhan memang tidak ada yang bisa mengalahkan, benar-benar mengagumkan.
Akhirnya sampailah kami di Bundang, sudah mulai tampak lebih banyak gedung-gedung berdiri megah yang terdapat di sisi kanan kiri jalan raya yang kebanyakan adalah gedung apartment, Halte bus, subway station, dan juga deretan coffee shop, cafe, maupun restaurant. Suasana tampak tenang dan nyaman, selain karena memang udara yang sejuk juga mungkin karena daerah Bundang atau tepat nya Jeongja dimana kami tinggal adalah lahan permukiman. Tidak lama taxi yang kami naiki berhenti di sebuah gedung yang asing bagiku, ow ternyata gedung itu adalah apartment tempat kami tinggal, Daelim Acrotel.
Kami bergegas masuk ke dalam apartment, dan sampailah kami di depan pintu ruangan kami. Aku pun tak sabar ingin melihat ruangan tempat dimana aku dan keluarga kecilku akan menghabiskan waktu selama tinggal di Negara ini. Yup saat pintu terbuka,terlihat satu ruangan yang ya tidak terlalu besar tapi aku rasa ini sudah lebih dari cukup untuk kami, ada 1 kamar mandi, dapur bersih, ruang makan, dan juga kamar tidur dengan jendela besar dengan view pepohonan, jalan raya, gunung, dan juga langit biru. Sederhana memang, tapi tampak istimewa karena rasa syukur juga karena ruangan ini diisi oleh sebuah keluarga kecil yang akan memulai hidup mandiri.
Attachment:
Dokumentasi Incheon Airport

Tidak ada komentar:

Posting Komentar